Senin, 31 Oktober 2011

Siapa Yang Berkurban?

The Qurbanic Cow Soup For  the Soul


Oleh : Ferry Djajaprana


“Pada tiap-tiap helai bulunya juga terdapat satu kebaikan”
(HR Ahmad dan Ibnu Majah)

Malam ini suasana jalan yang kulalui agak berbeda pemandangannya dibandingkan dengan hari-hari sebelumnya karena di sebelah kiri ataupun kanan jalan  sekarang sudah ada beberapa  tanah kosong yang dijadikan kandang sementara - yang dimanfaatkan oleh penjual sapi atau kambing untuk menjajakan dagangannya dalam rangka perayaan Hari Raya Qurban, yang tak lama lagi akan diperingati.

Walaupun  hari sudah tergelincir dari jurang malam masuk ke dini hari,  ku lihat salah satu pedangangnya  di sisi  kanan jalan ada yang sedang memberikan rerumputan untuk makan  sapi-sapi yang tengah begadang ,  sedangkan di  sebelah kiri jalan,  ada juga pedagang lainnya yang tengah  bermain catur, sementara itu di jalan yang berbeda malah ada pedagang  sapi yang tengah tertidur pulas disebelahnya kandang sapi. Membuat aku berfikir siapa sebenarnya yang akan berkurban ini? Apakah penjual sapinya yang mengorbankan dirinya untuk menjaga sapinya  hingga rela tubuhnya dikurbankan digigit nyamuk, bahkan rela tidur bersebelahan  dengan sapinya ataukah  justru sapinya yang sebagai kurban?  Atau pembeli sapinya?

" Rasulullah SAW berdoa ketika berqurban " Yaa Allah terimalah qurban Muhammad dan Keluarga Muhammad" (HR.Muslim)", ternyata dari hadits ini bisa kita pahami bahwa orang  yang  membeli sapi adalah  yang berkurban.

Bila mengingat masa Idul Adha tahun-tahun sebelumnya, seusai shalat Ied banyak terlihat dapur ngebul dengan aroma daging dibakar alias pada nyate, ada juga di tempat pemotongan kurban di Masjid sebagian ibu-ibu  ada yang menggulai kambing, sementara Bapak-bapaknya memotong kurban, mengulitinya dan ada yang membungkusnya. Di hari idul Qurban ini biasanya warung sate atau  penjual soto Betawi langgananku ikut libur, karena dagangannya sepi pembeli.

Secara etimologis, kata qurban  berasal dari kata qurb yang artinya mendekatkan diri kepada Allah. Jadi,  sewajarnya kalau kurban di terima harapannya adalah semakin dekatnya posisi kita dengan Gusti  Allah.  Untuk memahami tujuan dekatnya dengan  Allah memang perlu pemahaman lebih lanjut, yang nampak di tatanan praktis adalah eforia rakyat akan makan daging ( daging  itu identik dengan pesta), tapi hal ini tidak mengapa karena dilapisan  golongan kebanyakan memang makan-makan secara jasmani merupakan salah satu daya tarik beragama, setelah pemahamannya  naik  maka akan paham hakikat makan makanan  ruhani, "Daging daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketaqwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik" (QS. Al-Hajj [22] ayat: 37)

Akhirul kalam, semoga dengan tersembelihnya hewan-hewan kurban  itu, tersembelih juga nafsu hewani dalam diri, sehingga qurb bisa dicapai melalui taqwa, agar maqamat kita meningkat,  melepas al nafs al hayawaniyah (nafsu hewani) menuju nafs al muthmainah (jiwa yang tenang).

Selamat Hari Raya Idul Adha, 10 Dzul Hijjah 1432 H, Semoga barakah Allah tercurah untuk seluruh mahluk-Nya di seluruh jagad raya ini. Amin.

Wassalam,


Penulis bisa dihubungi via alamat email : fdjajaprana@gmail.com