The Qurbanic Cow Soup For the Soul
Oleh : Ferry Djajaprana
“Pada tiap-tiap helai bulunya juga terdapat satu kebaikan”
(HR Ahmad dan Ibnu Majah)
Malam ini suasana jalan yang kulalui agak berbeda pemandangannya dibandingkan dengan hari-hari sebelumnya karena di sebelah kiri ataupun kanan jalan sekarang sudah ada beberapa tanah kosong yang dijadikan kandang sementara - yang dimanfaatkan oleh penjual sapi atau kambing untuk menjajakan dagangannya dalam rangka perayaan Hari Raya Qurban, yang tak lama lagi akan diperingati.
Walaupun hari sudah tergelincir dari jurang malam masuk ke dini hari, ku lihat salah satu pedangangnya di sisi kanan jalan ada yang sedang memberikan rerumputan untuk makan sapi-sapi yang tengah begadang , sedangkan di sebelah kiri jalan, ada juga pedagang lainnya yang tengah bermain catur, sementara itu di jalan yang berbeda malah ada pedagang sapi yang tengah tertidur pulas disebelahnya kandang sapi. Membuat aku berfikir siapa sebenarnya yang akan berkurban ini? Apakah penjual sapinya yang mengorbankan dirinya untuk menjaga sapinya hingga rela tubuhnya dikurbankan digigit nyamuk, bahkan rela tidur bersebelahan dengan sapinya ataukah justru sapinya yang sebagai kurban? Atau pembeli sapinya?
" Rasulullah SAW berdoa ketika berqurban " Yaa Allah terimalah qurban Muhammad dan Keluarga Muhammad" (HR.Muslim)", ternyata dari hadits ini bisa kita pahami bahwa orang yang membeli sapi adalah yang berkurban.
Bila mengingat masa Idul Adha tahun-tahun sebelumnya, seusai shalat Ied banyak terlihat dapur ngebul dengan aroma daging dibakar alias pada nyate, ada juga di tempat pemotongan kurban di Masjid sebagian ibu-ibu ada yang menggulai kambing, sementara Bapak-bapaknya memotong kurban, mengulitinya dan ada yang membungkusnya. Di hari idul Qurban ini biasanya warung sate atau penjual soto Betawi langgananku ikut libur, karena dagangannya sepi pembeli.
Secara etimologis, kata qurban berasal dari kata qurb yang artinya mendekatkan diri kepada Allah. Jadi, sewajarnya kalau kurban di terima harapannya adalah semakin dekatnya posisi kita dengan Gusti Allah. Untuk memahami tujuan dekatnya dengan Allah memang perlu pemahaman lebih lanjut, yang nampak di tatanan praktis adalah eforia rakyat akan makan daging ( daging itu identik dengan pesta), tapi hal ini tidak mengapa karena dilapisan golongan kebanyakan memang makan-makan secara jasmani merupakan salah satu daya tarik beragama, setelah pemahamannya naik maka akan paham hakikat makan makanan ruhani, "Daging daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketaqwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik" (QS. Al-Hajj [22] ayat: 37)
Akhirul kalam, semoga dengan tersembelihnya hewan-hewan kurban itu, tersembelih juga nafsu hewani dalam diri, sehingga qurb bisa dicapai melalui taqwa, agar maqamat kita meningkat, melepas al nafs al hayawaniyah (nafsu hewani) menuju nafs al muthmainah (jiwa yang tenang).
Selamat Hari Raya Idul Adha, 10 Dzul Hijjah 1432 H, Semoga barakah Allah tercurah untuk seluruh mahluk-Nya di seluruh jagad raya ini. Amin.
Wassalam,
Penulis bisa dihubungi via alamat email : fdjajaprana@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar