Beberapa Hal Penting Yang Harus Diperhatikan dalam
Membentengi Rumah dari gangguan Jin
1. Meng-ucapkan salam ketika masuk rumah dan banyak
berzikir, baik di rumah ada orang atau tidak.
Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu berkata, “Disenangi
seseorang mengucapkan bismillah dan banyak berzikir kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala serta mengucapkan salam, sama saja apakah dalam rumah itu ada manusia
atau tidak, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
فَإِذَا دَخَلْتُمْ بُيُوتًا فَسَلِّمُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ
تَحِيَّةً مِنْ عِنْدِ اللهِ مُبَارَكَةً طَيِّبَةً كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللهُ
لَكُمُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
“Apabila kalian masuk ke rumah-rumah maka ucapkanlah salam
(kepada penghuninya yang berarti memberi salam) kepada diri-diri kalian
sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberkahi lagi baik.”
(An-Nur: 61) [Al-Adzkar, hal. 25]
Ahli tafsir berbeda pendapat tentang rumah yang dimaukan
dalam ayat di atas. Ada
yang berpendapat masjid. Ada
yang berpendapat rumah yang dihuni. Adapula yang berpendapat rumah yang tidak
ada seseorang di dalamnya. Ada
yang mengatakan rumah orang lain, dan ada pula yang berpendapat rumah sendiri.
(Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, 12/209)
Ibnul ‘Arabi rahimahullahu menetapkan bahwa pendapat yang
menyatakan rumah secara umum merupakan pendapat yang shahih, karena tidak ada
dalil yang menunjukkan pengkhususan. Kalau rumah itu adalah rumah orang lain,
maka ia ucapkan salam dan meminta izin kepada tuan rumah sebelum masuk ke
dalamnya. Bila rumah itu kosong ia ucapkan, “As-salamu ‘alaina wa ‘ala
‘ibadillahish shalihin” (Semoga keselamatan untuk kami dan untuk para hamba
Allah Subhanahu wa Ta’ala yang shalih). Demikian kata Ibnu Umar radhiyallahu
‘anhuma. Namun bila dalam rumah itu ada keluarganya, anak-anaknya dan
pembantunya, ia ucapkan “Assalamu ‘alaikum.”
Namun kata Ibnul Arabi rahimahullahu, bila rumah itu kosong
maka tidak diharuskan seseorang mengucapkan salam ketika hendak masuk. Adapun
bila engkau masuk rumahmu sendiri disenangi bagimu untuk berzikir kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala dengan mengatakan: “Masya Allah la quwwata illa billah.”
(Ahkamul Qur’an, 3/1408-1409)
Ketika memberikan penjelasan terhadap surah Al-Kahfi ayat
39, Ibnul Arabi rahimahullahu menyatakan disenanginya berzikir kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala bila salah seorang dari kita masuk rumah atau masjid dengan
mengucapkan: “Masya Allah la quwwata illa billah.” Asyhab berkata, “Al-Imam
Malik rahimahullahu mengatakan, ‘Sepantasnya setiap orang yang masuk ke
rumahnya mengucapkan zikir ini’.” (Ahkamul Qur’an, 3/1240)
Abu Umamah Al-Bahili radhiyallahu ‘anhu, seorang sahabat
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membawakan hadits dari Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
ثَلاَثَةٌ كُلُّهُمْ ضَامِنٌ عَلَى اللهِ: رَجُلٌ خَرَجَ
غَازِيًا فِي سَبِيْلِ اللهِ، فَهُوَ ضَامِنٌ عَلَى اللهِ حَتَّى يَتَوَّفَاهُ
فَيُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ، أَوْ يَرُدَّهُ بِمَا نَالَ مِنْ أَجْرٍ وَغَنِيْمَةٍ؛
وَرَجُلٌ رَاحَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَهُوَ ضَامِنٌ عَلَى اللهِ حَتَّى يَتَوَفَّاهُ
فَيُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ، أَوْ يَرُدَّهُ بِمَا نَالَ مِنْ أَجْرٍ وَغَنِيْمَةٍ،
وَرَجُلٌ دَخَلَ بَيْتَهُ بِسَلاَمٍ فَهُوَ ضَامِنٌ عَلَى اللهِ
Makna jaminan Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah berada dalam
penjagaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. (Al-Adzkar, hal. 26)
2. Berzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala ketika makan
dan minum.
Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Aku pernah
mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا دَخَلَ الرَّجُلُ بَيْتَهُ فَذَكَرَ اللهَ عِنْدَ
دُخُوْلِهِ وَعِنْدَ طَعَامِهِ قَالَ الشَّيْطَانُ: لاَ مَبِيْتَ لَكُمْ وَلاَ
عَشَاءَ. وَإِذَا دَخَلَ فَلَمْ يَذْكُرِ اللهَ عِنْدَ دُخُوْلِهِ قَالَ
الشَّيْطَانُ: أَدْرَكْتُمُ الْمَبِيْتَ. وَإِذَا لَمْ يَذْكُرِ اللهَ عِنْدَ
طَعَامِهِ قَالَ: أَدْرَكْتُمُ الْمَبِيْتَ وَالْعَشَاءَُ
Apabila seseorang masuk ke rumahnya lalu ia berzikir kepada
Allah saat masuknya dan ketika hendak menyantap makanannya, berkatalah setan,
“Tidak ada tempat bermalam bagi kalian dan tidak ada makan malam.” Bila ia
masuk rumah dalam keadaan tidak berzikir kepada Allah ketika masuknya,
berkatalah setan, “Kalian mendapatkan tempat bermalam.” Bila ia tidak berzikir
kepada Allah ketika makannya, berkatalah setan, “Kalian mendapatkan tempat
bermalam sekaligus makan malam.”
(HR. Muslim no. 5230)
Berzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengusir
setan dari rumah kita sehingga setan tidak dapat menyertai kita saat makan dan
tidur. Sementara, lalai dari zikrullah akan memberikan kesempatan emas bagi
setan karena ia mendapati tempat menginap plus makan malamnya. Tentunya setan
ini tidak sendirian. Bersamanya ada kawan-kawannya, gerombolan setan, karena
setan mengucapkan ucapan demikian kepada teman-teman, pembantu-pembantu, dan
sahabatnya. (Al-Minhaj, 11/191)
Sehingga mereka menyesakkan rumah dan bersenang-senang di
dalamnya, na’udzu billah. Maka berhati-hatilah, jangan sampai kita lalai dari
berzikir karena zikir merupakan hishnul muslim, benteng bagi seorang muslim.
3. Banyak membaca Al-Qur’an dalam rumah
Al-Qur’anul Karim akan mengharumkan rumah seorang muslim dan
akan mengusir para setan. Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu mengabarkan
dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَثَلُ الْمُؤْمِنِ الَّذِيْ يَقْرَأُ الْقُرْآنَ مَثَلُ الْأَتْرُجَّةِ،
رِيْحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا طَيِّبٌ. وَمَثَلُ الْمُؤْمِنِ الَّذِي لاَ
يَقْرَأُ الْقُرْآنَ مَثَلُ التَّمْرَةِ، لاَ رِيْحَ لَهَا وَطَعْمُهَا حُلْوٌ.
وَمَثَلُ الْمُنَافِقِ الَّذِيْ يَقْرَأُ الْقُرْآنَ مَثَلُ الرَّيْحَانَةِ،
رِيْحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ. وَمَثَلُ الْمُنَافِقِ الَّذِيْ لاَ
يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَمَثَلِ الْحَنْظَلَةِ، لَيْسَ لَهَا رِيْحٌ وَطَعْمُهَا
مُرٌّ
“Permisalan seorang mukmin yang membaca Al-Qur’an adalah
seperti buah atrujah, baunya harum dan rasanya enak. Permisalan seorang mukmin
yang tidak membaca Al-Qur’an seperti buah kurma, tidak ada baunya namun rasanya
manis. Adapun orang munafik yang membaca Al-Qur’an permisalannya seperti buah
raihanah, baunya wangi tapi rasanya pahit. Sementara orang munafik yang tidak
membaca Al-Qur’an seperti buah hanzhalah, tidak ada baunya, rasanya pun pahit.”
(HR. Al-Bukhari no. 5020 dan Muslim no. 1857)
Apa persangkaan anda bila seorang mukmin sering menghiasi
rumahnya dengan membaca dan mentartilkan kalamullah? Tidak lain tentunya kebaikan.
Disamping itu, membaca Al-Qur’an di rumah dengan penuh
kekhusyukan menjadikan para malaikat akan mendekat. Seperti kejadian yang
pernah dialami seorang sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
bernama Usaid ibnu Hudhair radhiyallahu ‘anhu. Suatu malam Usaid tengah membaca
Al-Qur’an di tempat pengeringan kurma miliknya. Tiba-tiba kudanya melompat. Ia
membaca lagi, kudanya melompat lagi. Ia terus melanjutkan bacaannya dan kudanya
juga melompat. Usaid berkata, “Aku pun khawatir bila sampai kuda itu menginjak
Yahya (putra Usaid, pen.), hingga aku bangkit menuju kuda tersebut. Ternyata
aku dapati di atas kepalaku ada semacam naungan. Di dalamnya seperti
lentera-lentera yang terus naik ke udara sampai aku tidak melihatnya lagi
(hilang dari pandanganku). Di pagi harinya aku menemui Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam.” Usaid kemudian menceritakan apa yang dialaminya, setelahnya
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan:
تِلْكَ الْمَلاَئِكَةُ كَانَتْ تَسْتَمِعُ لَكَ، وَلَوْ
قَرَأْتَ لَأَصْبَحَتْ يَرَاهَا النَّاسُ، مَا تَسْتَتِرُ مِنْهُمْ
“Itu adalah para malaikat yang mendengarkan bacaanmu.
Seandainya engkau terus membaca Al-Qur’an niscaya di pagi harinya manusia akan
dapat melihat naungan tersebut, tidak tertutup dari mereka. “
(HR. Muslim no. 1856)
Dalam riwayat Al-Bukhari (no. 5011) dari Al-Bara’
radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Ada
seorang lelaki membaca surah Al-Kahfi sementara di sisinya ada seekor kuda yang
diikat dengan dua tali. Lalu orang tersebut diliputi oleh awan yang mendekat
dan mendekat. Mulailah kudanya lari karena terkejut. Ketika di pagi harinya ia
mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu diceritakannya kejadian
yang dialaminya maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
تِلْكَ السَّكِيْنَةُ تَنَزَّلَتْ بِالْقُرْآنِ
“Itu adalah as-sakinah yang turun dengan Al-Qur’an.”
Diperbincangkan oleh para ulama seperti apa as-sakinah
tersebut. Namun pendapat yang terpilih, kata Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu,
as-sakinah adalah sesuatu dari makhluk-makhluk yang di dalamnya ada thuma’ninah
(ketenangan), rahmah (kasih sayang), dan bersamanya ada para malaikat. (Fathul
Bari, 9/73)
4. Membaca surah Al-Baqarah dalam rumah
Bila engkau merasa di rumahmu demikian banyak masalah,
tampak banyak penyimpangan dan anggota-anggotanya saling berselisih, maka
ketahuilah setan hadir di rumahmu, maka bersungguh-sungguhlah mengusirnya.
Bagaimanakah cara mengusirnya? Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
memberikan jawabannya dengan sabda beliau:
إِنَّ لِكُلِّ شَيْءٍ سَنَامًا، وَسَنَامُ الْقُرْآنِ سُوْرَةُ
الْبَقَرَةِ وَإِنَّ الشَّيْطَانَ إِذَا سَمِعَ سُوْرَةَ الْبَقَرَةِ تُقْرَأُ
خَرَجَ مِنَ الْبَيْتِ الَّذِي يُقْرُأُ فِيْهِ سُوْرَةُ الْبَقَرَةِ
“Sesungguhnya segala sesuatu ada puncaknya (punuknya) dan
puncak dari Al-Qur’an adalah surah Al-Baqarah. Sungguh setan bila mendengar
dibacakannya surah Al-Baqarah, ia akan keluar dari rumah yang di dalamnya
dibacakan surat
Al-Baqarah tersebut.” (HR. Al-Hakim, dihasankan Al-Albani rahimahullahu dalam
Ash-Shahihah no. 588)
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu mengabarkan dari Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
لاَ تَجْعَلُوْا بُيُوْتَكُمْ مَقَابِرَ، إِنَّ الشَّيْطَانَ
يَنْفِرُ مِنَ الْبَيْتِ الَّذِي تُقْرَأُ فِيْهِ سُوْرَةُ الْبَقَرَةِ
“Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian sebagai
kuburan. Sesungguhnya setan akan lari dari rumah yang di dalamnya dibacakan
surah Al-Baqarah.” (HR. Muslim no. 1821)
5. Banyak melakukan shalat nafilah/sunnah di rumah
Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma menyampaikan bahwa Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اجْعَلُوْا مِنْ صَلاَتِكُمْ فِي بُيُوْتِكُمْ وَلاَ
تَتَّخِذُوْهَا قُبُوْرًا
“Jadikanlah bagian dari shalat kalian di rumah-rumah kalian,
dan jangan kalian jadikan rumah kalian seperti kuburan.”
(HR. Al-Bukhari no. 432 dan Muslim no. 1817)
Dalam syariat disebutkan pelarangan shalat di kuburan.
Karenanya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita menjadikan
rumah kita seperti kuburan, dengan tidak pernah dilakukan ibadah di dalamnya.
Beliau menghasung kita agar memberi bagian shalat sunnah untuk dikerjakan di
dalam rumah.
Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu berkata, “Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan hasungan untuk mengerjakan shalat
nafilah (sunnah) di rumah, karena hal itu lebih ringan dan lebih jauh dari
riya, lebih menjaga dari perkara yang dapat membatalkannya. Juga dengan
mengerjakan shalat nafilah di rumah akan memberi keberkahan bagi rumah
tersebut. Akan turun rahmah di dalamnya, demikian pula para malaikat. Sementara
setan akan lari dari rumah tersebut.”
(Al-Minhaj, 6/309)
Dalam hadits yang lain Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam memerintahkan:
فَعَلَيْكُمْ بِالصَّلاَةِ فِي بُيُوْتِكُمْ فَإِنَّ خَيْرَ
صَلاَةِ الْمَرْءِ فِي بَيْتِهِ إِلاَّ الصَّلاَةَ الْمَكْتُوْبَةَ
“Seharusnya bagi kalian untuk mengerjakan shalat di
rumah-rumah kalian karena sebaik-baik shalat seseorang adalah di rumahnya
terkecuali shalat wajib.” (HR. Al-Bukhari no. 731 dan Muslim no. 1822 )
Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu menyampaikan sabda
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَثَلُ الْبَيْتِ الَّذِي يُذْكَرُ اللهُ فِيْهِ وَالْبَيْتِ
الَّذِيْ لاَ يُذْكَرُ اللهُ فِيْهِ مَثَلُ الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ
“Permisalan rumah yang disebut nama Allah di dalamnya dan
rumah yang tidak disebut nama Allah di dalamnya seperti permisalan orang yang
hidup dan orang yang mati.” (HR. Muslim no. 1820)
Bersambung seri 2/2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar