Oleh : Ferry Djajaprana
Selain manfaat yang bersifat spiritual (saya pernah menenulisnya sekitar 80an manfaat), dzikir juga memiliki manfaat untuk tubuh dan kesehatan.
Di Tarekat Qadiriyah dan Naqshabandiyah (TQN) dzikir juga dipergunakan untuk pengobatan pada pasien yang sakit jiwa dan merupakan autoterapi atas ketergantungan narkoba pada diri seseorang.[1] Hadits sebagai acuannya adalah :
”Sesungguhnya bagi setiap segala sesuatu itu ada alat pembersihnya, dan sesungghuhnya alat pembersih hati (jiwa) adalah dzikir kepada Allah. Dan tidak ada sesuatu yang lebih menyelamatkan dari siksa Allah dari pada dzikrullah” (HR. Baihaqi).
Dengan mengistiqomahkan dzikir jahr dan dzikir khafi, maka dzikir tersebut dapat menunjukkan komitmen seseorang untuk senantiasa menyebut Asma Allah, menanamkan suatu kesadaran bahwa tiada Tuhan Selain Allah.
Proses terjadinya penyadaran dan perubahan kondisi psikologis saat melaksanakan dzikir dengan khusyu ini akan ditandai dengan kesempurnaan tujuh tingkat kesadaran atau dikenal dengan tujuh macam nafsu, yaitu : Nafsu Ammarah, nafsu mulhimah, nafsu muthmainah, nafsu radhiyah, nafsu mardliyah, nafsu lawammah, dan nafsu kamilah.[2]
Dengan memperbanyak dzikrullah diharapkan akan memberikan pengalaman psikologis dan spiritual (ahwal) dan pada waktunya ahwal-ahwal ini menjadi semakin permanen sebagai maqam hasil dari usaha untuk mempertahankannya. Dzikir merupakan media dalam syariat Allah dan melaksanakan fungsi-fungsi sosial sebagaimana mestinya dengan penuh keridhaan.
Selain manfaat sebagai pengobatan Nafza yang dilakukan di TQN banyak ilmuwan dan ahli kedokteran yang mencoba menulis hubungan antara doa dan dzikir dan kesehatan fisik manusia, Dadang Hawari menyebutkan beberapa diantaranya :[3]
1) Penelitian yang dilakukan GW. Comstock dan kawan-kawan (1972) seperti yang dimuat dalam Journal of Chronic Diseases menyatakan bahwa orangorang yang melakukan kegiatan keagamaan secara teratur dan memanjatkan doa kepada Tuhan mereka, ternyata resiko kematian akibat jantung koroner lebih rendah 50%, sementara kematian akibat paru-paru (emphisema) lebih rendah 56%, kematian akibat penyakit hati (cirrhosis hepatis) lebih rendah 74%, dan kematian akibat bunuh diri lebih rendah 63% dibandingkan dengan orang yang jarang dan tidak melakukan aktivitas keagamaan secara rutin.
2) Penelitian yang dilakukan oleh ilmuwan Larson dan kawan-kawan (1989), terhadap pasien yang memiliki masalah tekanan darah tinggi atau hipertensi, diperoleh kenyataan bahwa komitmen agama kelompok control lebih baik dan dikemukakan bahwa kegiatan agama seperti doa dan dzikir mencegah dari hipertensi.
3) Penelitian Levin dan Vanderpool (1989), terhadap penyakit jantung dan pembuluh darah menemukan bahwa kegiatan agama akan memperkecil reseiko seseorang menderita penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler).
4) Penelitian dr. Arman Yurisaldi Saleh, dengan berdzikir La Ilaha Ilalah dan Astaghfirullah akan menghilangkan nyeri serta menumbuhkan ketenangan dan kestabilan syaraf.[4] Menurutnya aktivitas berdzikir akan mempengaruhi otak dan selanjutnya melalui otak terjadi perbaikan fungsi-fungsi organ yang lain.
Salam,
Ferry Djajaprana
Penulis bisa dihubungi via email : fdjajaprana@gmail.com
[1] KH. Zaenal Abidin Anwar, P.P. Suryalaya & Penanggulangan Napza (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Aditif Lainnya) di Indonesia, (Bandung , CV. Wahana Karya Grafika, 2010) hal.167.
[2] Keterangan lengkap tentang 7 nafsu bisa dibaca pada : James Fadiman & Robert Frager, Essential Sufism, (San Francisco, Castle Books, 1997) hal. 20-23.
[3] Dr. Arman Yurisaldi Saleh, MS, Sps. Berdzikir Untuk Kesehatan Saraf, (Jakarta, Penerbit Zaman, 2010) hal. 36
[4] Dr. Arman Yurisaldi Saleh, MS, Sps. Berdzikir Untuk Kesehatan Saraf, hal. 37
Tidak ada komentar:
Posting Komentar