Senin, 07 November 2011

K u r b a n


 
Islamic Chicken Soup For The Soul
Oleh : Ferry Djajaprana


Dari Abi Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda : ”Siapa yang memiliki kelapangan tapi tidak menyembelih kurban, janganlah mendekati tempat shalat kami”(HR.Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim)

Seusai shalat eid al Adha, saya bersama keluarga bergegas ke ke Bogor , untuk mencari obyek lukisan. Jalan raya menuju Bogor hari ini nampak lengang,  di beberapa sudut jalan nampak keramaian orang memotong kambing atau sapi dan membagi-bagikan kepada yang berhak di daerah sekitarnya. Di depan masjid Al Birru Bogor, nampak beberapa orang ke luar sambil menenteng daging jatahnya dengan wajah berseri-seri, tidak hanya orang laki-laki, bahkan nampak ibu-ibu bersama anaknya juga menenteng daging kurban.

Di tempat yang dituju aku menggelar tikar dan mulai membakar sate  jatah pembagian kurban tadi pagi untuk makan siang. Asap pun membubung dengan aroma daging  yang memanggil-mangil selera. Demikian, kurban adalah pesta agama,, tak ada pesta tanpa daging, disinilah nampaknya daya tarik agama Islam melaksanakan ritual ajaran Nabiullah Ibrahim A.S. dan Ismail A.S. membuat daging yang tak terbeli bisa dinikmati rakyat jelata yang sebelumnya hanya memimpikan rasa daging hewan ternak, bisa menjadi realitas, dinikmati bersama-sama. Betapa sistem gotong-royong dan saling berbagi menumbuhkan kasih sayang sesama umat Allah. Allah tidak melihat darah, daging dan tulang kurbannya nya akan tetapi Allah hanya menilai ketakwaan hamba-Nya dalam melaksanakan kurban semata-mata mencari Keridhaan-Nya. Usai makan siang dengan menu utama satai bumbu kecap  akupun mulai menggarap lukisan dengan energi yang penuh.

Usai menyelesaikan lukisan kamipun pulang dengan hati yang riang, diperjalanan menuju Jakarta kamipun kembali mengalami kemacetan padahal sudah memasuki waktu shalat Isya, ternyata di masjid Al birru masih ramai membagi daging, menurut warga masjid tersebut membagi untuk 9.000 orang yang berhak. Nampaknya pembagian di sana lebih teratur dan rapi bila dibandingkan dengan masjid Istiqlal, mungkin karena terlalu banyaknya jamaah yang mengharapkan pembagian yang datang dari Jabotabek dan tidak terdata sebelumnya. Masjid Istiqlal biasanya membagi untuk 10.000an jema’ah. Di luar lingkungan  masjid istiqlal banyak orang yang sudah menerima daging malah menjualnya ke pengepul daging dengan harga separuh harga pasaran . Sungguh sangat disayangkan bila hal ini terjadi dan tiap tahun selalu berulang, alasannya sudah bisa ditebak: untuk membeli beras, karena nggak bisa memasaknya, karena tuna wisma, yang hidupnya menggelandang yang tak punya peralatan dapur untuk memasaknya sehingga dikhawatirkan dagingnya membusuk, dan ada juga alasan yang nggak populer, mereka vegetarian. Menurut ideal saya, semestinya mereka bersyukur dan menerima daging tersebut  apa adanya, afdolnya daging tersebut dimasak sendiri karena kandungan protein hewani juga diperlukan tubuh, bisa juga dijadikan dendeng untuk lauk seminggu ke depan, selain alasan tersebut dipihak lain itu adalah berkah dan rezeki Allah Swt.
"Supaya mereka mempersaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah SWT pada hari yang ditentukan (Hari Adha dan Tasyrik) atas rizki yang Allah SWT telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebagian daripadanya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir." (QS. Al-Hajj : 28).

Lain kota lain pula di kampung, di kampungku  jaman dulu pembagian  daging nggak perlu orangnya datang ke masjid untuk melihat-lihat pemotongan hewan, karena ada generasi muda yang mendatangi rumah-rumah penduduk satu persatu, karena di desa paling banter hanya sekitar 300an rumah. Apabila di suatu desa jumlah penduduknya tak banyak dan jumlah hewan kurbannya dirasa cukup, semestinya panitia  tak perlu memberikan kupon tapi diberikan dengan cara didatangi,  bila daging berlebih pemberian daging juga jangan tebang pilih, terkadang  yang nampak rumahnya mentereng di dalamnya dihuni oleh pensiunan yang juga tak mampu membeli daging tapi malu menjambangi panitia. Panitia kurban semestinya memiliki rasa empati untuk berbagi  kepada seluruh masyarakatnya. Memberi daging kepada  orang  yang berkecukupan juga akan membangkitkan rasa sipenerima untuk berkurban di tahun berikutnya.

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda :“Tidak ada suatu amal anak Adam pada hari raya kurban yang lebih dicintai Allah selain menyembelih hewan kurban.”
(HR. Tirmidzi).

 Ayo..ah.. tang-ting-tung yok .. kita menabung  lagi biar tahun depan bisa berkurban..:) Tradisi di tempat kerja temanku biasanya dengan memotong gaji, untuk satu kali kurban di potong Rp. 100.000,- / bulan jadi pas bulan Dzulhijjah (lebaran haji)  berikutnya sudah  mencapai  Rp. 1.200.000,- tinggal tambahkan sedikit untuk  yang mau berkorban sapi, biasanya iuran nya Rp. 1.250.000,- dan seterusnya, jikalau  mau berkorban untuk dua orang  berarti dipotong Rp. 200,000,- tidak terasa  tahu-tahu  bisa ikut berkorban..

Salam,
Ferry Djajaprana


Penulis bisa dihubungi pada alamat email :fdjajaprana@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar